Rasa
di Lorong Putih Abu
Cerpen
: Nur Dini Nuri R
***
Petikan gitar putra yang merdu menemani ku duduk di
dekat bibir pantai dengan pemandangan matahari yang sebentar lagi akan kembali
keperaduannya.
“ca,pulang yu”
“nanti dulu lah put, aku masih ingin disini”
“ya sudah”
kembali lagi putra memainkan alat musik yg di bawanya.
“put, sebentar lagi kita akan masuk SMA, dan kamu
akan pergi meninggalkanku?” aku memberanikan diri berbicara langsung, dia pun
terdiam dan langsung menghampiriku.
“aku tak akan pernah meninggalkanmu ca, kau cinta
pertamaku, walaupun nanti aku jauh, aku kan selalu ada untukmu, walaupun itu
hanyadengan sebuah pesan singkat”
“benarkah? Kau akan menepati janjimu?”
“hemmm” iapun mengangguk.
Senja kini mulai menghilang tergantikan oleh malam,
bulan yg akan di temani bintang siap menggantikan matahari yang sudah waktunya
pulang. Tak terasa, hari semakin gelap, tetapi ia masih saja setia menunggu dan
menemaniku yang duduk di bibir pantai.
“ca, udah malam sebaiknya kita pulang”
“hmmmm”
Aku dan putra pulang mengendarai sepeda. Perjalanan
memang jauh, dari pantai ke rumahku kurang lebih memankan waktu 40 menit. Aku
Caca, umurku msih 16 tahun dan masih duduk di bangku SMP, namun sebentar lagi,
hanya beberapa minggu lagi aku dan dia akan melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi, yaitu SMA. Aku mungkin
akan terpisahkan jarak dengannya, karena ia akan bersekolah di tempat yang
berbeda denganku.
Putra, telah sampai
mengantarku pulang. Dan kini dia berpamitan lagi untuk pergi.
“makasih untuk hari ini
put”
“sama-sama ca,
sebaiknya kau langsung istirahat yah?”
“hmm oke”
“gitu dong” putra
mengelus pelan puncak kepalaku. “aku pulang yah sayang”
“iya, hati-hati” ucapku
tersenyum. Tak lama dia memajukan sepedanya kencang dan perlahan ku lihat
semakin menghilang dari pandanganku. Akupun masuk ke rumah.
Putra adalah kekasihku, sudah lama memang kita
menjalin hubungan ini, tetapi kita masih pacaran biasa, yang kadang cuek satu
sama lain. Tidak seperti teman-temanku yang lain, yang tiap malam minggu pergi
keluar atau sebagainya, aku dan putra memang berbeda. Putra mengerti aku. aku
memang dari kalangan keluarga yang agamanya bisa di bilang ketat, dalam artian
aku boleh pacaran namun dalam hal positif saja, dan aku bersyukur putra sangat
menghargai itu.
@skip
SMA? Ya, bagi pandangan banyak orang, SMA adalah masa
sekolah saat dimana hal yang paling indah terjadi, kita sudah mengenal cinta,
sakit hati, persahabatan, dan semuanya. Memang iya, SMA adalah saat-saat yang
paling indah, dimana kita sudah mulai dewasa dan tau apa itu cinta, atau bahkan mulai
merasakan jatuh cinta, kalo iya, kita harus siap sama yg namanya sakit hati.
“kak, apa kaka pernah jatuh cinta?” dengan penasaran
aku bertanya kepada kaka perempuanku.
“pernah, tapi dulu.”
“apa rasanya sama seperti yang aku rasakan saat
ini?”
kak Dini pun terdiam sejenak.
kak Dini pun terdiam sejenak.
“aku selalu merasa nyaman saat di dekatnya, kakak
tau putra?”
“putra yang dulu teman SMP mu itu? kaka dengar, dia
gak sekolah disini ya ca? ”
“iya, dia sekolah di tempat yang berbeda denganku
kak, oh iya, memang aku sama putra sudah
dekat dari dulu” akupun tak berterus terang tentang hubunganku dengannya.
“Kakak tau loh kamu pacaran kan sama dia?”
“ssssssstttt….kaka ! jangan keras-keras nanti ibu
denger” ucapku menempatkan jari telunjuku di bibir.
“sudahlah ca, jujur aja sama kaka, tapi memangnya
kamu tidak takut jika suatu saat putra meninggalkan kamu demi wanita lain?”
“kenapa kaka berbicara seperti itu?”
“ahhh tidak..kaka hanya sedikit ragu sama dia,
apakah dia akan menepati janjinya?”
“insyaalloh aku percaya sama dia kak”
“hm..kaka tau putra anak yang baik, dan jika kamu
merasa nyaman di dekatnya, mungkin kau menyukainya. Tapi, kau harus terima
resiko apapun yang akan terjadi dalam sebuah hubungan, Ca, dengerin kaka. cinta bisa hadir kapan
saja, dan cinta itu tidak bisa di paksakan, ingat kata-kata itu yah”
“iya kak”
Aku janji ka, rasa cinta ini tak melebihi rasa cintaku kepada-Nya, dan
untuk soal dia akan tergoda dengan wanita lain atau tidak…aku percaya dia bisa
menjaga hatinya.
**
@beberapa bulan kemudian
Pagi ini, cahaya matahari masuk dan membangunkanku. Kokokan ayam pun membantuku
sebagai alarm setiap pagiku. Hari ini tepat 3 bulan sudah aku memasuki masa SMA
ku, Putra sudah tak lagi berada satu kota denganku. Kemana dia? Ya, dia pergi
mengikuti orangtuanya dan bersekolah di sana, sebut saja di sebuah kota yang
terbilang jauh dari tempatku. Semoga saja Putra mampu menjaga hatinya untuku.
Seiring berjalannya waktu, semakin hari semakin aku merindukannya . setiap
pulang sekolah selalu aku lalui bersamanya menaiki sepeda, namun sekarang?
hanya aku seorang diri menuntun sepeda ku memalui jalan yang dahulu sering kami
lewati bersama. Seketika terlintas namanya dipikiranku. Aku pun berhenti
sejenak dan menyunggingkan ujung bibirku sehingga menciptakan sebuah senyuman
manis di wajahku. “aku merindukanmu put” kata itu yang selalu aku ucap ketika
aku mengingat sosoknya, sejenak ku pejamkan mataku dan tak terasa air mata
menetes di pipiku.
Hari ini liburan semester tiba, biasanya 2 minggu
anak sekolah akan diberi waktu liburan.
Kring….kring…..
“hallo assalamualaikum..” sapaku kepada penelfon di
seberang sana.
“waalaikumsalam, ini aku ca, putra”
“oh iya..gimana kabar kamu disana?”
“aku baik ca, aku betah sekolah disini”
“ohh…syukurlah kalau begitu”
“ahhh iya, kamu lagi apa ca?”
“aku lagi baca buku aja”
“ah….iya”
“ada yang ingin aku bicarakan” ucapku berbarengan
sehingga menciptakan tawa. Dan momen ini yang memang sangat aku rindukan.
“yasudah kamu duluan saja” ucap putra.
“iya, begini…” aku menghela nafas sebentar “aku
takut kamu seperti embun yang menghilang sebelum pagi berlalu”
“m-maksudnya?”
“kenapa kamu gugup put?”
“ah…ngga ngga, biasa aja kok”
“aku takut kamu tak menepati janjimu”
“hm….ca, aku juga ingin bicara” putra mengalihkan
pembicaraan, aku semakin takut, namun aku tidak boleh menunjukan kepadanya.
“iya…”
“maaf sebelumnya ca…”
“ca…..” teriak kak dini . Belum tamat putra
berbicara, aku di kagetkan dengan suara kak dini yang memanggilku.
“hm..put, maaf kapan-kapan aku telfon lagi ya, kamu baik-baik
disana”
“tapi ca….”
“assalamualaikum”
“wa- waalaikumsalam”
Ku tutup telfon yang terpasang di meja ruang keluarga
itu. Rasanya senang mendegar suaranya. Namun aku gugup juga ketika kak dini
menghampiriku.
“siapa yang menelfon?” ucap kak dini mengagetkanku
“ah….anu kak”
“putra?”
“…” akupun mengangguk.
“syukurlah kalau dia menelfonmu”
“tapi kak…”
“kenapa?”
“apa mungkin putra bisa menjaga hatinya disana?”
“lho…kamu kenapa mempunyai pikiran seperti itu?”
“aku sedikit ragu sama dia”
“…”
“akhir-akhir ini putra sering mengabaikan sms dan
telfonku”
“mungkin dia sibuk ca”
“ka…sekarang kan sedang masa liburnya, tadi juga….”
“besok kakak akan bertugas ke kota tempat dia
tinggal, kamu mau ikut?”
“emangnya boleh?”
“boleh lah, Cuma 3 hari kita di sana, kakak ada
tugas kuliah, kakak juga udah bilang sama ibu kok”
“hah? Yaudah kalau gitu caca ikut yah kak, makasih
kakak” aku memeluk kakaku ini. aku senang, karena dengan aku ikut, aku bisa
bertemu dengan putra, aku tahu alamatnya, namun aku tak berani jika harus
kesana sendiri, dan ini kesempatanku untuk bertemu putra. Uuuuh aku senang
sekali.
Pagi ini, aku tengah berada di stasiun, bersiap-siap
menunggu kereta yang akan membawaku dan kak dini ke kota tempat putra berada.
Entah perasaan apa ini, rasanya aku senang sekali, namun aku juga menjadi
sedikit gelisah entah karena apa.
“ayo ca, keretanya sudah ada..”
“ahhh iya kak”
Singkat cerita kami sampai di sebuah rumah yang akan
kami tinggali untuk sementara, kami menempuh perjalanan selama 30 menit.
Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan. Aku langsung mengirimkan sms kepada
putra, memberitaukan kalau aku berada disini untuk 3 hari kedepan, namun apa
yang kudapat? Dia sama sekali tak membalas smsku.
“ca, kamu mau ikut belanja ga bareng kakak?”
“kemana kak? Bukannya kita baru nyampe yah?”
“sebentar saja, tanggung lelah ca, biar ntar ga
ribet lagi”
“ahhhh iya iya kak”
Aku menemani kak dini belanja di supermarket yang
tak jauh dari tempat kami tinggal. Aku berjalan mengelilingi tempat sayuran,
tapi tiba-tiba…
“putra…” kak dini yang berjalan di depanku menepuk
punggung seseorang dan menyebut nama putra. Hah ? putra ? apa itu putra
pacarku? Aku langsung melihatnya, dan benar dia putra pacarku. Aku senang
sekali bisa bertemu dengannya. Tapi siapa wanita ini? wanita ini berdiri di
samping putra dengan menggandeng tangan putra. Pandanganku langsung tertuju
pada tangan mereka yang bergandengan, putra yang melihatku sedang menatapnya,
sontak melepaskan gandengan tangan mereka.
“kak dini, caca…” ucap putra gugup.
“mereka siapa sayang?” ucap wanita itu.
“sayang?”
“…” putra menunduk terdiam.
“siapa dia put?” kak dini bertanya kepada putra.
“eu…dia…dia…”
“kenalin, aku pacarnya putra kak” ucapnya
menjulurkan tangan namun kak dini tak mau menjabatnya.
“oooooh jadi selama ini kamu..”
“kak, sudah hentikan, biarkan mereka, lebihbaik kita
lanjutkan saja tujuan kita” ucapku menarik tangan kak dini.
“tapi ca..” kak dini menatapku.
“…” aku hanya bisa menganggukan kepala memberi
isyarat untuk pergi dari sini. Hatiku sakit ketika wanita itu memperkenalkan
diri sebagai kekasihnya putra, Ingin
sekali rasanya aku marah, namun aku harus menahannya.
Tuhan…cobaan apalagi ini ? sungguh sakit rasanya..
sepanjang perjalanan pulang, aku hanya melamun menatap jalan.
Kenapa rasanya begitu sakit, apakah aku terlalu
mencintainya ?
“ca…kamu baik-baik saja kan?”
“….”
“ca..hey “ ucap kak dini mengagetkanku.
“ahhh iya kak, kenapa?”
“sudahlah cowok seperti dia jangan dipikirin,
percaya sama kakak, masih ada yang lebih baik diluar sana”
“…” aku hanya menjawab dengan memasang senyum
palsuku.
Drrrtt…..dddrrt…. hpku bergetar, satu nama muncul di
layar hpku, panggilan dari putra. Aku hanya menatapnya tanpa mengangkatnya.
“kenapa ngga diangkat?”
“aku males bicara kak, paling dia mau menjelaskan
semuanya”
“yaa itu sih terserah kamu aja ca”
Cekittt~ taksi yang kami tumpangi berhenti, kita
sudah sampai, aku keluar dengan langkah gontai dan masih tak percaya dengan
semua ini.
“huuuuuuh” kak dini duduk menghempaskan badannya.
Akupun mengikutinya dari belakang, masih tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“ca..dari awal kakak ragu sama putra yang tiba-tiba
menghilang kalo disms sama kamu, dan beginilah buktinya, tenang ca.. Tuhan
sedang memperhatikanmu”
“tapi kak…rasanya tuh sakit banget kak hiks…” akupun
akhirnya tak kuasa menahan airmataku, akhirnya kak dini memeluku dan ku
tumpahkan semua airmataku.
“stttt…..sudah ca” kak dini menenangkanku.
“..” aku hanya bisa menangis.
“sabar ca… Tuhan lebih sayang kamu, Tuhan ga mau liat
kamu jauh lebih sakit dari ini”
“…” akhirnya aku mulai memikirkan kata-kata kak
dini. Aku sudah mulai tenang.
~~
Sudah 2 hari ku habiskan disini, tidak ikut meneliti
bersama kak dini, aku hanya berdiam di rumah, melamun.
Ting…hp ku berbunyi, satu pesan dari putra
From
: Putra
“Ca,
aku ingin bicara,nanti sore kita ketemu di taman dekat sekolahku, aku tunggu
yah ca”
“Apa maksudnya ini ? putra mengajaku ketemuan ? dasar
lelaki” aku ngedumel sendiri. tapi ada hal yang ingin aku bicarakan juga
dengannya. Terlintas dipikiranku, aku mengambil kertas dan pulpen, aku mulai
menuliskan sesuatu karena pasti aku tidak kuat berbicara nanti, bukannya
berbicara, aku pasti menangis.
“untuk
putra
Aku
memberanikan diri menemuimu hanya untuk memberimu sepucuk surat yang tak
berharga ini, karena aku tau, aku akan menangis jika aku mengatakannya
langsung.
Putra..
Terimakasih pernah datang dan memberi pelangi disetiap hariku. Terimaksih untuk
semua kenangan manis yang kamu ciptakan bersamaku. Terimakasih atas hari-hari
yang kamu habiskan hanya untuk menemaniku menatap senja yang akan pulang
keperaduannya. Aku tau semua itu tidak akan terulang lagi sekarang. Put, selama
kita pacaran, kamu mungkin jenuh denganku.kita memang tidak bisa berbacaran
seperti yang lainnya. Maaf put. Oh iya semenjak kita SMA, aku selalu menunggu
kabarmu, aku selalu menunggu perhatianmu. aku menyukaimu karena kamu baik,
sopan, dan bisa mengerti aku. namun, semenjak kemarin, aku melihat wanita
cantik yang mengaku pacar kamu, aku sakit hati put,aku marah? Jelas aku marah.
namun entah kenapa aku gabisa marah saat itu, mungkin aku mulai menyayangimu. Sudah
dua hari kebelakang, aku selalu menangis mengingat itu, maafkan aku yang
mungkin akan menjadi sering menangis hanya karna mengingatmu.
Putra,
aku tau kamu lelaki baik, dan kak dini pun percaya itu, tak apa jika kita harus
berakhir sampai disini, tapi jaga dia sayangi dia dan beri dia kebahagiaan
seperti apa yang kamu berikan dulu untuku. Aku menyayangimu bukan berarti aku
harus memilikimu. Hanya itu saja yang ingin aku sampaikan, semoga selalu
bahagia bersama dia wanita yang kamu pilih. Tak usah khawatir denganku, kamu
tau aku kuat kan ? Sekali lagi, terimakasih untuk semua kenangan yang kau beri
dan untuk semuanya J
Salam
: caca “
Akhirnya Selang beberapa menit dengan deraian air
mata aku selesai menuliskan semuanya dalam kertas dan ku masukan dalam amplop
berwarna biru. Akupun mulai membalas sms putra.
Malam ini, cuaca cukup bersahabat. Kak dini belum
pulang, memang selama kita disini, kak dini selalu pulang lewat jam 9 malam.
maklum, dia sibuk menyelesaikan tugasnya. Aku memutuskan menemuinya di tempat
yang di maksud. Awalnya aku ragu, namun…aku juga harus menyampaikan semuanya.
Sampailah aku ditaman dan ku lihat putra tengah menungguku, duduk
dengan memakai sweeter abu-abunya.
“assalamualaikum put” ucapku. Putra menoleh
“eh waalaikumsalam ca, duduk”
“…” akupun tanpa berbicara langsung duduk
disebelahnya, namun tidak begitu dekat. Sungguh sakit rasanya, sekarang duduk
berduapun menjadi canggung gara-gara kejadian itu.
“ca…”
“iya…”
“sebelumnya aku mau minta maaf, aku ga ngasih tau
kalau sebenarnya….”
“tak apa put”
aku memotongnya.
“semuanya sudah ditakdirkan, dan mungkin selama ini
aku memang dibodohi olehmu atau mungkin juga aku yang terlalu bodoh bisa
sesayang ini sama kamu” aku mulai memberanikan diri berbicara.
“ca…” putra menatapku, namun aku tak membalas
tatapannya.
“….” Aku terdiam, Tuhan…aku ingin menangis
mencurahkan semuanya, namun aku harus kuat.
“ca…kamu harus kuat, kamu ga boleh lemah depan dia”
aku berucap dalam hati menyemangati diri sendiri.
“eum…put, maaf aku harus segera pulang, aku Cuma mau
ngasih ini” ucapku menyodorkan sepucuk surat.
“apa ini?” putra mengambilnya.
“kamu baca
saja”
“….”
“aku pergi dulu”
“ca…aku antar yah…” tawar putra. Namun aku terus berjalan,
malah mempercepat langkahku , airmataku menetes.
Sesampainya aku dirumah, aku menghempaskan tubuhku
ke kasur dan mulai menangis. Mungkin sekarang putra sedang membaca suratnya.
“ca…” suara kak dini memanggilku. Kenapa dia pulang
cepat? Untung saja kak dini pulang setelah aku dirumah.
“iyaa kak” aku cepat-cepat menghapus airmataku.
“cepat bereskan pakaianmu, kita nanti malam mau
pulang.
“kok cepet kak?”
“tugas kaka sudah selesai”
“ohh iya”
Untung saja aku pandai berekting, jadi dia tidak
curiga aku kenapa.
~~
Malam ini, aku pulang meninggalkan tempat dimana
putra tinggal.
“terimakasih tuhan”
aku tersenyum bernafas lega. Setelah itu putra mengirimkanku pesan
“maafkan aku ca” . walau Cuma pesan singkat.
**
Kejadian itu sudah berlalu beberapa minggu
kebelakang, aku kembali ke rutinitasku, yaitu belajar. Mungkin sekarang, aku
sudah harus belajar melupakan dia. Aku belajar menerima kenyataan, rasa di masa
putih-abu ini hanya sebagai gambaran untuk cinta di masa depanku. Terimakasih
sudah memberiku pelajaran berharga J
The end.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar